Setiap kali melihat siaran langsung Masjidil Haram di televisi, Bu Sari selalu meneteskan air mata. Ia memandang suaminya, Pak Rudi, lalu berkata pelan, “Kapan ya, Yah, kita ke sana?”
Pak Rudi hanya tersenyum. “Nanti, kalau Allah سبحانه وتعالى sudah izinkan.”
Percakapan sederhana itu berlangsung bertahun-tahun. Di rumah kecil mereka di pinggiran Bekasi, mimpi ke Tanah Suci terasa begitu jauh. Gaji sebagai guru honorer dan penjahit rumahan hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari. Tapi meski begitu, setiap awal bulan, Bu Sari selalu menyisihkan seratus ribu rupiah ke celengan kecil bertuliskan “Untuk Umroh”.
Bagi mereka, ini bukan sekadar perjalanan religi, tapi cita-cita bersama yang tumbuh dari cinta dan kesabaran.
Dari Celengan Kecil ke Doa yang Besar
Setiap kali ingin menyerah, Bu Sari selalu berkata, “Kita tak perlu banyak uang untuk berharap, cukup yakin kalau Allah سبحانه وتعالى Maha Kaya.” Kata-kata itu jadi penguat.
Mereka pun mulai mencari tahu cara berangkat ke Tanah Suci tanpa biaya selangit. Di sanalah mereka mengenal konsep umroh mandiri perjalanan ibadah yang bisa diatur sendiri, mulai dari tiket, hotel, hingga visa.
Awalnya terdengar rumit, tapi justru di situlah mereka merasa tertantang. “Kalau bisa urus sendiri, berarti kita benar-benar siap lahir batin,” kata Pak Rudi suatu sore. Ia lalu mulai mempelajari cara pesan tiket online, membaca pengalaman orang lain di internet, dan menonton video panduan perjalanan mandiri ke Tanah Suci.
Tren Baru yang Menguatkan Harapan
Mereka tak sendiri. Di media sosial, semakin banyak orang yang membagikan pengalaman umroh mandiri mereka. Mulai dari mahasiswa yang berangkat dengan tabungan pribadi, sampai keluarga kecil yang memutuskan mengatur segalanya secara mandiri agar lebih hemat dan fleksibel.
Pemerintah Arab Saudi kini juga membuka sistem yang lebih mudah, termasuk e-visa dan fasilitas digital bagi jamaah individu. Legalitasnya sudah jelas, diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang penyelenggaraan haji dan umrah.
Melihat itu, semangat Pak Rudi dan Bu Sari tumbuh kembali. Mereka merasa bahwa impian mereka bukan lagi sekadar harapan di langit, tapi sudah punya pijakan nyata di bumi.
Jangan Salah Menempatkan Prioritas
Namun di tengah semangat itu, mereka juga sering diingatkan: jangan sampai niat bergeser. Bukan karena tren, bukan karena ingin pamer, tapi semata-mata karena panggilan Allah سبحانه وتعالى.
Banyak orang terjebak pada kesalahan ini — melihat ibadah ke Tanah Suci sebagai prestise, bukan panggilan hati. Padahal, keberkahan ibadah tidak datang dari kemewahan hotel atau mahalnya tiket, melainkan dari keikhlasan hati.
Pak Rudi sering berkata pada anak-anaknya, “Kita tidak akan ke sana kalau hanya ingin foto di depan Ka’bah. Kita ke sana untuk bersujud lebih lama.” Kalimat sederhana itu membuat keluarganya selalu ingat pada tujuan utama: ibadah yang tulus.
Menabung dengan Cinta dan Kesabaran
Lima tahun bukan waktu singkat. Tapi setiap lembar uang yang masuk ke celengan itu, mereka anggap sebagai doa yang disimpan.
Mereka menerapkan beberapa cara agar tabungan tak pernah berhenti:
- Membuka rekening khusus untuk dana ibadah.
- Menentukan target realistis: 35 juta dalam 5 tahun.
- Mengurangi pengeluaran harian, dari makan di luar menjadi masak di rumah.
- Menjual barang bekas yang masih layak pakai.
- Menyisihkan hasil jahitan dan honor mengajar sedikit demi sedikit.
Setiap kali tabungan bertambah, mereka saling tersenyum. “Pelan tapi pasti, Yah,” kata Bu Sari. “Yang penting istiqamah.”
Dan benar, Allah سبحانه وتعالى memang tidak tidur. Rezeki datang dari arah yang tak disangka. Suatu hari, seorang tetangga meminjam jasa jahit Bu Sari dalam jumlah besar, dan dari situ, mereka mampu melunasi tiket pesawat.
Langkah Kecil Menuju Tanah Suci
Setelah semua terkumpul, tinggal satu hal: urusan visa. Mereka tak mau sembarangan. Pak Rudi memutuskan menggunakan layanan jasa visa umroh mandiri resmi agar aman dan tidak tertipu. Prosesnya cepat dan transparan. Dalam beberapa minggu, visa sudah di tangan.
Perasaan mereka campur aduk. Antara bahagia, gugup, dan haru. Setelah bertahun-tahun hanya menatap Ka’bah di layar televisi, kini mereka akan melihatnya langsung.
Saat Semua Doa Itu Menjadi Nyata
Ketika akhirnya sampai di Masjidil Haram, langkah Bu Sari gemetar. Air matanya menetes tanpa bisa ditahan. “Ya Allah سبحانه وتعالى, akhirnya Engkau undang kami…”
Pak Rudi hanya bisa menunduk, tak mampu berkata apa-apa. Semua lelah, semua perjuangan, semua kesabaran… terbayar lunas di satu momen sujud di depan Ka’bah.
Mereka sadar, perjalanan ini bukan sekadar soal tabungan atau keberanian mengurus sendiri. Ini tentang bagaimana Allah سبحانه وتعالى menguji kesungguhan, lalu menjawab doa di waktu yang paling indah.
Penutup: Jangan Pernah Ragukan Waktu Allah سبحانه وتعالى
Kini, setelah pulang ke tanah air, Pak Rudi dan Bu Sari selalu berkata pada siapa pun yang ingin ke Tanah Suci, “Jangan takut mencoba. Siapkan niat, tabungan, dan kesabaran. Karena kalau Allah سبحانه وتعالى sudah memanggil, semua pintu akan terbuka.”
Umroh mandiri bukan hanya soal menghemat biaya, tapi tentang bagaimana kita belajar menghadapi proses — dari menabung, mengurus dokumen, hingga menjalani ibadah dengan kemandirian dan keikhlasan.
Jadi, bagi kamu yang masih bermimpi ke Tanah Suci, jangan berhenti berdoa. Karena di balik setiap celengan kecil dan doa sederhana, bisa jadi Allah سبحانه وتعالى sedang menulis takdirmu untuk datang sebagai tamu-Nya yang istimewa.
0コメント